Faktanesi.id, ⁹- Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia mengadakan kegiatan kunjungan emuka agama ke masyarakat dan hutan adat Kasepuhan Karang di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, pada Selasa – Rabu, 6 – 7 Februari 2024.
Kasepuhan Karang sendiri menjadi ikon penetapan hutan adat yang pertama di dunia oleh sebuah pemerintahan sehingga menjadi tempat studi banding semua aktivis lingkungan hidup dunia.
Fasilitator Nasional IRI Indonesia Dr. Hayu Prabowo menjelaskan, kunjungan ke Hutan Adat Kasepuhan Karang, Kabupaten Lebak, oleh Pemuka Agama tersebut bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat adat setempat.
“Kunjungan ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang pemanfaatan sumberdaya alam di Hutan Adat Kasepuhan Karang oleh masyarakat adat setempat,” kata Hayu kepada awak media dalam keterangan tertulisnyq, Selasa (13/2/2024).
Selain itu, dia berharap kunjungan tersebut dapat membangun kerjasama yang erat antara pemuka agama dan masyarakat adat dalam rangka pelestarian hutan adat dan lingkungan yang berkelanjutan.
Para tokoh pemuka agama dari IRI Indonesia tersebut yakni Ali Yusuf, M.Si, Dr. Gatot Supangkat, Pdt. Jimmy Sormin, MA., Romo Agustinus Heri Wibowo, KRHT Astono Chandra Dana, SE., MM, MBA, Prof. Philip, Peter Lesmana, Prof. Bambang Hero Saharjo, Dr. Fachruddin Mangunjaya, dan Dr. Mubariq Ahmad.
Rangkaian kegiatan kunjungan tersebut meliputi silaturahmi ke Ketua Kasepuhan Karang (Abah Sawani) dan melihat hutan adat Kasepuhan Karang yang terdapat sekitar 90 ribu pohon kopi yang ditanam di hutan adat tersebut, disertai menanam tanaman Kopi di area hutan.
Setelah berkunjung ke hutan adat, para peserta juga melakukan Dialog Pemuka Agama IRI Indonesia dengan Kasepuhan Karang, dengan menghadirkan narasumber yakni Jaro Wahid (Kepala Desa Jagakarsa), Anggraeni Dewi (Tokoh Perempuan Kasepuhan Karang), dan Engkos Kosasih (Leader Pengelola hutan adat kasepuhan karang)
Hayu mengatakan dialog tersebut membahas pentingnya pelestarian hutan adat, peran agama dalam konservasi alam, serta kebutuhan untuk memahami praktik pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan.
“Dalam dialog ini, para peserta menganalisis dampak dari pemanfaatan sumberdaya alam di Hutan Adat Kasepuhan Karang terhadap keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat adat setempat,” jelasnya.
Dialog tersebut juga membahas tantangan yang dihadapi dalam menjaga kesinambungan pengelolaan sumberdaya alam, seperti konflik kepentingan, kekurangan sumber daya, dan perubahan iklim.
“Pentingnya peran agama dalam konservasi alam, dan bagaimana kerjasama antara pemuka agama dan masyarakat adat dapat memperkuat upaya pelestarian hutan adat dan pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan menjadi bahasan pokok dialog ini,” tambah Hayu.
Hutan Adat Kasepuhan Karang merupakan salah satu kawasan hutan adat yang memiliki nilai ekologis, sosial, dan budaya yang tinggi di Kabupaten Lebak.
Masyarakat adat Kasepuhan Karang telah secara turun temurun mengelola lahan-lahan di hutan adat ini, dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia untuk mata pencaharian dan pemukiman mereka.
Namun, tantangan dalam pelestarian hutan adat dan pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan masih dihadapi oleh masyarakat setempat.
Hayu menilai, pentingnya keberadaan hutan adat dalam konteks pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat telah diakui secara global.
“Hutan adat memainkan peran penting dalam menjaga keragaman hayati, menjaga tata air, mengurangi emisi karbon, dan menyediakan berbagai manfaat ekosistem yang berkelanjutan,” katanya.
Oleh karena itu, lanjut Hayu, kunjungan ini bertujuan untuk mengapresiasi dan memahami praktik pengelolaan sumberdaya alam oleh masyarakat adat Kasepuhan Karang, serta menjalin kolaborasi antara agama dan masyarakat adat untuk pelestarian hutan adat.
Interfaith Rainforest Initiative Indonesia merupakan inisiatif yang melibatkan pemuka agama dari berbagai agama untuk berkontribusi dalam upaya pelestarian hutan dan lingkungan.
Melalui kerjasama ini, diharapkan akan tercipta sinergi antara kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat adat Kasepuhan Karang dan nilai-nilai agama yang mendorong penghormatan terhadap alam dan perlindungan lingkungan.*RS