Faktanesia.id, – Interfaith Rainforest Initiative atau Prakarsa Lintas Agama untuk Hutan Tropis (IRI) Indonesia menekankan pentingnya penguatan kolaborasi melalui kerangka Pentahelix dalam menghadapi tantangan deforestasi hutan tropis di Indonesia.
Hal tersebut disimpulkan dalam Webinar IRI Indonesia bertajuk “Penanganan Deforestasi dan Perubahan Iklim dengan Pendekatan Pentahelix,” di Jakarta, kemarin, dengan menghadirkan narasumber Direktur Eksekutif Muhammadiyah Climate Center (MCC), Ir. Agus S. Djamil, MSc.
Menurut Agus, kolaborasi antara lima pilar utama, yaitu pemerintah, sektor swasta, akademisi, masyarakat, dan media, menjadi kunci dalam memastikan keberhasilan upaya konservasi hutan dan mitigasi perubahan iklim.
“Kerangka Pentahelix memungkinkan setiap pemangku kepentingan untuk berperan secara optimal, dengan saling melengkapi dan mendukung satu sama lain dalam menangani deforestasi yang semakin mengancam,” ujar Agus dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/8).
Ia menambahkan, peran pemerintah sangat krusial dalam menciptakan kebijakan yang mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan serta memastikan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran lingkungan.
“Pemerintah harus menjadi penggerak utama dalam membentuk regulasi yang pro-lingkungan dan mengkoordinasikan upaya di semua tingkatan, baik nasional maupun lokal,” jelasnya.
Selain itu, Agus juga mengapresiasi sektor swasta yang telah mulai mengadopsi praktik bisnis berkelanjutan, serta kontribusi akademisi melalui riset yang mendalam dan inovasi yang relevan.
“Kami mendorong lebih banyak perusahaan untuk berinvestasi dalam teknologi hijau dan turut serta dalam upaya pelestarian lingkungan,” tambahnya.
Agus juga menyoroti pentingnya partisipasi aktif dari masyarakat, terutama komunitas adat, yang memiliki pengetahuan lokal tentang pengelolaan hutan.
“Keterlibatan masyarakat menjadi landasan bagi keberlanjutan program konservasi. Inisiatif-inisiatif lokal yang berbasis komunitas perlu didukung dan diperluas,” tegasnya.
Lebih lanjut, Agus menekankan peran strategis media dalam menyebarkan informasi yang benar dan meningkatkan kesadaran publik mengenai dampak negatif deforestasi.
“Media memiliki tanggung jawab besar dalam mengedukasi masyarakat dan mempromosikan praktik berkelanjutan,” pungkasnya.
Dengan kerangka Pentahelix, Muhammadiyah Climate Center berharap dapat mendorong sinergi yang lebih kuat antar pemangku kepentingan dalam menjaga hutan tropis Indonesia, serta memberikan kontribusi nyata dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.
Fasilitator Nasional IRI Indonesia, Dr Hayu Prabowo menjelaskan, webinar ini bertujuan untuk membahas pentingnya kerangka pentahelix dalam upaya penanganan penggundulan hutan tropis dan perubahan iklim, dengan pendekatan berbasis agama.
“Webinar ini diharapkan dapat menjadi wadah diskusi yang konstruktif dan inspiratif bagi semua pihak yang peduli terhadap isu lingkungan,” ujarnya.
Hayu juga menjelaskan, webinar ini digelar dalam rangkaian kegiatan menuju Konferensi Nasional IRI Indonesia 2024 yang akan digelar dalam waktu dekat ini.
“Organisasi berbasis agama memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan hidup,” pungkasnya.
Hayu menambahkan, kekuatan moral dan spiritual mereka dapat menggerakkan masyarakat untuk melestarikan hutan tropis, paru-paru dunia dan kunci dalam mengatasi perubahan iklim.[]
Mi’raj News Agency (MINA)