faktanesia.id — Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan ke-12 sekaligus Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), Muhammad Jusuf Kalla, menyerukan pentingnya keberanian dunia untuk menghentikan perang dan mewujudkan perdamaian sejati.
Seruan itu disampaikan dalam pidatonya pada Forum 1 International Meeting for Peace yang diselenggarakan oleh Komunitas Sant’Egidio, Sinopoli Hall – Auditorium Parco della Musica, Roma, Italia, Senin (27/10), pukul 09.30 waktu setempat. Tahun ini, pertemuan internasional tersebut mengusung tema besar “Daring Peace” atau “Berani Mewujudkan Perdamaian.”
Forum 1 yang bertajuk “An Unarmed and Disarming Peace” menghadirkan delapan pembicara dari berbagai negara, antara lain Kardinal Fridolin Ambongo Besungu (Uskup Agung Kinshasa, Kongo), Donia Kaouach (Presiden Leaders pour la Paix Foundation, Prancis), Maurizio Landini (Sekretaris Jenderal CGIL, Italia), Tarek Mitri (Wakil Perdana Menteri Lebanon), Patriark Pierbattista Pizzaballa (Yerusalem), Touch Sarith (Presiden Dhammaraingsei Buddhist Association, Kamboja), Kardinal Matteo Zuppi (Uskup Agung Bologna), dan Jusuf Kalla sebagai perwakilan dari Indonesia.
Dalam pidatonya, Jusuf Kalla menegaskan bahwa hanya perdamaian, bukan perang, yang dapat menjamin masa depan umat manusia.
“Dalam keadaan damai, anak-anak menguburkan ayah mereka karena sebab-sebab alami. Dalam perang, ayah menguburkan anak-anaknya karena sebab-sebab buatan manusia. Hanya perdamaian yang dapat menunjukkan keindahan masa depan,” ujar Jusuf Kalla di hadapan para delegasi.
Menurut JK, akar konflik global seringkali berpangkal pada tiga faktor utama yang ia sebut sebagai 3G: God (agama), Glory (kemuliaan), dan Gold (kepentingan ekonomi). Jika ketiganya disalahgunakan, dunia akan terjerumus ke dalam keserakahan, fanatisme, dan supremasi yang menimbulkan penderitaan kemanusiaan.
Menyoroti konflik Rusia–Ukraina dan tragedi di Gaza, JK menilai dunia belum sepenuhnya belajar dari sejarah.
“Perang memecah manusia menjadi ‘kami’ dan ‘mereka’, menumbuhkan rasa curiga, dan menghancurkan harmoni kehidupan. Tidak ada yang menang dalam perang. Kemanusiaan selalu menjadi pihak yang kalah,” tegasnya.
JK juga menyoroti peran penting Amerika Serikat dalam menentukan arah perdamaian di Timur Tengah. Ia menilai, keberanian politik global menjadi kunci penghentian perang.
“Jika Amerika Serikat sungguh mau menghentikan perang, maka perdamaian bisa tercapai,” ujarnya.
Lebih lanjut, Jusuf Kalla menegaskan bahwa solusi dua negara (two-state solution) merupakan satu-satunya jalan untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina. Ia mengungkapkan, rekonsiliasi antara Hamas dan Al Fatah menjadi langkah awal menuju perdamaian sejati.
“Sebagai bangsa dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia tetap konsisten: jika Israel mengakui kemerdekaan Palestina, maka Indonesia akan mengakui Israel sebagai negara merdeka,” ungkapnya.

JK juga mengingatkan bahwa tantangan perang modern kini melibatkan aktor non-negara dan penyalahgunaan teknologi komunikasi. Menurutnya, penyebaran kebencian dan hoaks di dunia digital telah menjadi bahan bakar konflik global.
“Teknologi seharusnya mempersatukan manusia, bukan memecah belah. Diperlukan kebijaksanaan dan regulasi tegas untuk menjaga perdamaian digital,” tambahnya.
Menutup pidatonya, Jusuf Kalla menegaskan bahwa perdamaian adalah puncak peradaban manusia, sedangkan perang adalah kegagalan terbesar umat manusia.
“Perang selalu merendahkan nilai kehidupan. Hanya perdamaian yang dapat menjaga martabat manusia,” tutupnya disambut tepuk tangan para peserta forum.
Pertemuan tahunan Komunitas Sant’Egidio telah menjadi wadah dialog lintas agama dan bangsa selama lebih dari tiga dekade. Tahun ini, tema “Daring Peace” mengajak seluruh pemimpin dunia untuk berani mengambil langkah nyata dalam membangun perdamaian dan menolak kekerasan.

 
		 
				 

 
									 
					