Ketika dunia sibuk berlomba pada kemajuan, di sudut kecil bumi yang bernama Palestina, darah masih menjadi saksi sunyi dari genosida yang terus berlangsung. Devi Virhana, melalui puisi yang ditulisnya, tak hanya membingkai duka, tapi juga menyuarakan pekikan yang tak mampu dijangkau oleh siaran televisi atau pertemuan-pertemuan diplomatik.
Kata-katanya menyentuh titik terdalam kemanusiaan, tentang anak-anak yang kehilangan orang tua, tentang langit yang berubah menjadi abu, tentang tanah suci yang terus dihujani peluru.
Kini, puisi itu bukan sekadar karya sastra melainkan suara dari balik reruntuhan rumah sakit, jeritan dari tenda pengungsian, dan bisikan terakhir dari bibir-bibir mungil yang meregang nyawa karena kelaparan.
Ketika dunia mengangkat bahu dan membuang muka, Palestina tetap bertahan dengan puisi, dengan doa, dan dengan darah.
Berikut puisi lengkap tentang kondisi Palestina yang semakin memprihatinkan
Jeritan dari Tanah Palestina
Karya: Devi Virhana
Apakah telah sampai berita kematian kami kepadamu?
Apakah telah sampai kabar kesengsaraan kami kepadamu?
Lihatlah, lihatlah langit kian berdebu setiap waktu berteman gumpalan asap dan dentuman peluru.
Dengar, dengarlah jeritan bayi mungil yang merindukan kehangatan seorang ibu, rindu pelukan seorang ayah..
Palestina terus berdarah, karena ulah zionis yang penuh amarah..
Merampas nyawa bayi mungil yang masih merah dan tak bersalah..
Ya Allah mereka menyerang dari berbagai arah..
Tataplah dederatan wajah yang kaku tertimbun batu, badan lebam dipenuhi peluru
Aina anta ya abi?
Aina anti ya umi? Dimana ibu dan ayahkuu…?
Ayah mengapa engkau pergi tanpa mencium keningku..
Ibu.. Mengapa engkau diam saat aku mengguncang tubuhmu..
Ya Allah, kami mati mempertahankan tanah suci..
Ya Allah kami hancur karena diserang dan diserang lagi..
Peluk kami dan keselamatanMu ya Allah
Ya ayyuhannafsun mutmainah
Wahai jiwa yang tenang, masuklah ke jannahNya yang indah
Kabulkanlah ya Allah…
[]