FAKTANESIA.ID – Perempuan berinisial D, korban penganiayaan oleh George Sugama Halim (GSH), anak pemilik toko roti ternama, membeberkan perjalanan panjang dan penuh kendala yang harus dilaluinya untuk mencari keadilan.
Dalam rapat bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen pada Selasa (17/12), D mengungkapkan bahwa insiden penganiayaan terjadi pada Kamis (17/10). Setelah kejadian, ia segera melaporkan peristiwa tersebut ke kepolisian, tetapi upayanya untuk membuat laporan resmi tidak berjalan mudah.
“Saya harus bolak-balik ke tiga kantor polisi selama tiga hari sampai laporan saya akhirnya diterima,” kata D.
Awalnya, D melaporkan kasus ini ke Polsek Rawamangun, tetapi kemudian dirujuk ke Polsek Cakung. Sayangnya, Polsek Cakung juga tidak dapat menangani laporannya.
“Akhirnya saya dirujuk ke Polsek Cakung, tapi di sana juga tidak bisa menangani,” ungkapnya.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, yang memimpin rapat tersebut, menanyakan ulang pernyataan D terkait kendala tersebut.
“Jadi selama itu, Mbak harus bolak-balik ke tiga kantor polisi?” tanya Habiburokhman. “Betul,” jawab D.
Kesulitan yang dialami D tidak berhenti pada proses pelaporan. Ia menceritakan pengalamannya ditipu oleh seorang pengacara yang ternyata merupakan utusan dari pihak keluarga pelaku.
“Awalnya dia mengaku dari LBH dan sebagai utusan dari Polda. Saya percaya. Namun, saat bertemu di Polres, dia akhirnya mengaku bahwa dia sebenarnya dikirim oleh bos saya, keluarga pelaku,” tutur D.
Setelah menyadari situasi tersebut, D memutuskan untuk mengganti pengacaranya. Namun, pengacara baru yang ia sewa justru sering meminta uang dengan alasan operasional, memaksa D menjual satu-satunya motor miliknya demi memenuhi permintaan tersebut.
“Dia sering datang ke rumah dengan membawa informasi baru, tapi selalu meminta uang. Sampai mama saya harus menjual motor untuk memenuhi permintaan itu,” kata D.
D berharap kasus yang menimpanya dapat menjadi pelajaran agar korban-korban lain tidak mengalami hal yang sama. Ia juga meminta agar aparat penegak hukum meningkatkan pelayanan terhadap korban agar proses mencari keadilan tidak menjadi beban tambahan bagi korban yang sudah terluka.
“Saya hanya ingin kasus ini menjadi pelajaran agar tidak ada lagi yang mengalami seperti saya. Semoga aparat lebih peduli dan bisa mempermudah akses keadilan bagi korban,” tutupnya.