FAKTANESIA.ID – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pusat mengecam keras tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh Karo Ops Polda Gorontalo, Kombes Pol. Tony E.P. Sinambela, terhadap Ridha Yansa, jurnalis Rajawali Televisi (RTV). Insiden ini dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Kejadian ini mencerminkan ancaman terhadap kebebasan pers yang merupakan salah satu pilar utama demokrasi. IJTI menyebut tindakan ini tidak hanya melukai jurnalis secara fisik maupun psikologis, tetapi juga mencoreng citra institusi kepolisian sebagai mitra kerja pers dan pelindung masyarakat.
Peristiwa ini terjadi pada Senin, 23 Desember 2024, saat Ridha Yansa sedang meliput aksi unjuk rasa Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Badko Sulawesi Utara-Gorontalo di depan Mapolda Gorontalo. Aksi tersebut dilakukan untuk memprotes peredaran rokok ilegal di wilayah tersebut.
Di tengah aksi, massa membakar ban di depan gerbang Mapolda hingga situasi menjadi tidak terkendali. Ketika sejumlah demonstran ditangkap, Ridha sedang merekam jalannya aksi menggunakan ponselnya. Pada saat itu, seorang oknum polisi berpangkat Kombes yang diduga adalah Kombes Pol. Tony E.P. Sinambela, mendekati Ridha dan memukul ponselnya hingga terjatuh dan mengalami kerusakan. Akibatnya, Ridha tidak dapat melanjutkan tugas peliputannya.
IJTI Pusat mendesak pihak Kepolisian RI untuk:
- Mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis RTV dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku jika terbukti bersalah.
- Menjamin keamanan para jurnalis yang sedang bertugas, terutama saat meliput kegiatan yang berisiko tinggi seperti unjuk rasa.
- Memastikan seluruh aparat kepolisian memahami dan menghormati peran jurnalis sebagai bagian dari transparansi publik.
Selain itu, IJTI juga mengingatkan para jurnalis untuk bekerja secara profesional, mematuhi kode etik jurnalistik, dan selalu menghormati hukum yang berlaku di lapangan.
IJTI menegaskan bahwa kebebasan pers merupakan elemen vital demokrasi yang tidak boleh diintervensi atau diintimidasi oleh pihak mana pun, termasuk aparat negara. Insiden ini diharapkan menjadi pengingat akan pentingnya menjaga hubungan harmonis antara jurnalis dan aparat penegak hukum.
IJTI juga mengajak seluruh insan pers untuk bersolidaritas menghadapi ancaman terhadap kebebasan pers. Solidaritas ini penting untuk menjaga independensi media dan memastikan fungsi pers dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat tetap berjalan dengan baik.