faktanesia.id – Istri Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, yakni Agustina Hastarini, tengah menjadi sorotan publik usai beredarnya surat permohonan dukungan kepada sejumlah Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Eropa. Surat tersebut berisi permintaan pendampingan selama perjalanannya mendampingi sang putri yang mengikuti festival budaya internasional bersama tim sekolah, mewakili Indonesia.
Agustina menyatakan bahwa keberangkatannya ke Eropa merupakan urusan pribadi, namun dalam kapasitasnya sebagai orang tua dari peserta misi budaya Indonesia.
Menanggapi polemik ini, Muhammad Merza Berliandy, S.H., M.H., atau yang akrab disapa Bang Mimi, memberikan pandangannya. Bang Mimi merupakan Founder dari Firma Hukum Berliandy & Partners, sekaligus menjabat sebagai Wakil Ketua DPC PERADI SAI Jakarta Timur dan Ketua Komite Tetap Hubungan Kepemerintahan KADIN Kota Jakarta Timur.
Bang Mimi menilai bahwa permintaan dukungan kepada KBRI bukan merupakan pelanggaran, selama dilakukan sesuai ketentuan hukum dan etika administrasi negara.
“Saya mengatakan ini karena secara hukum dan diplomatik, hal tersebut jelas dibolehkan, bahkan sangat disarankan selama memenuhi ketentuan administratif dan etika kenegaraan,” ujar Bang Mimi, Minggu (6/7).
Mengacu pada UU No. 37 Tahun 1999, KBRI memiliki fungsi untuk melindungi kepentingan Warga Negara Indonesia (WNI) dan mendukung kegiatan budaya serta sosial. Oleh karena itu, jika sebuah kunjungan membawa nama negara—seperti misi budaya atau kompetisi internasional—maka KBRI pantas dijadikan mitra koordinasi.
Namun demikian, Bang Mimi mengingatkan pentingnya menjaga batas antara kepentingan pribadi dan jabatan publik, serta wajib melakukan koordinasi apabila menggunakan fasilitas negara atau menerima dukungan anggaran.
Bang Mimi juga menegaskan bahwa WNI berhak mendapatkan pelayanan dari KBRI saat berada di luar negeri. Ia menyebut bahwa salah satu fungsi utama KBRI adalah melayani dan melindungi WNI, termasuk dalam kegiatan resmi seperti misi budaya.
Merujuk pada surat yang beredar, Bang Mimi menekankan bahwa permohonan dukungan tersebut ditujukan untuk misi budaya oleh istri Menteri beserta rombongan, dan bukan untuk kepentingan pribadi.
“Ini bagian dari kegiatan resmi yang sah secara hukum dan diplomatik, selama memenuhi aturan administratif dan etika kenegaraan,” tegasnya.
Kajian hukum menyatakan bahwa WNI yang mengikuti kegiatan di luar negeri seperti lomba, pertukaran budaya, atau forum internasional, berhak untuk berkoordinasi dan meminta dukungan dari KBRI.
Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam:
-
UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri,
-
UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,
-
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM),
yang semuanya menegaskan bahwa KBRI memiliki kewajiban memberikan perlindungan dan dukungan kepada WNI.
Kegiatan non-pemerintah yang membawa nama Indonesia dinilai memiliki nilai diplomatik. Oleh sebab itu, KBRI dapat memfasilitasi bantuan administratif, logistik, atau moral, selama permintaan tersebut memenuhi ketentuan yang berlaku.
Sebagai prosedur yang tepat, disarankan agar WNI menyampaikan surat resmi kepada KBRI, yang dilengkapi dengan dokumen pendukung dan permintaan bantuan yang diperlukan.
Bang Mimi juga menilai bahwa langkah Menteri UMKM melapor ke KPK sebagai respons terhadap isu dugaan penggunaan fasilitas negara merupakan sikap yang baik dan patut diapresiasi. Ia menyebut bahwa klarifikasi seperti ini adalah tradisi positif dalam merespons opini publik yang berkembang.
Dalam peristiwa ini, telah ditegaskan bahwa kegiatan tersebut tidak menggunakan fasilitas negara. Namun, Bang Mimi menambahkan bahwa secara hukum, penggunaan fasilitas KBRI oleh WNI—termasuk oleh pejabat—diperbolehkan, selama sesuai aturan dan dalam konteks membawa nama negara. Hak tersebut berlaku setara bagi seluruh WNI.