faktanesia.id – Koordinator Indonesia Zakat Watch (IZW), Barman Wahidatan, memberikan apresiasi atas usulan LAZIS Muhammadiyah (LAZIS MU) untuk memperbaiki tata kelola zakat di Indonesia. Usulan ini disampaikan LAZIS MU dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (UUPZ) di Mahkamah Konstitusi.
“Pandangan yang disampaikan oleh LAZIS MU menunjukkan komitmen kuat untuk menjaga keadilan dan independensi dalam pengelolaan zakat, serta menciptakan dasar yang lebih kokoh bagi sistem zakat di Indonesia,” kata Barman dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (6/11).
Barman menilai beberapa poin dari LAZIS MU dapat menjadi acuan penting bagi para hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutuskan perkara tata kelola zakat yang selama ini menimbulkan polemik.
“Salah satu poin utama yang diangkat LAZIS MU adalah dominasi peran BAZNAS, terutama terkait kewenangan memberikan rekomendasi izin pembentukan dan perpanjangan izin LAZ. Kami setuju dengan pandangan LAZIS MU bahwa dominasi BAZNAS ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan berdampak negatif bagi LAZ yang dibentuk oleh masyarakat,” ujarnya.
IZW mendukung penuh usulan penghapusan pasal mengenai rekomendasi BAZNAS, sehingga LAZ dapat beroperasi tanpa intervensi berlebihan dari lembaga pemerintah.
“Konflik kepentingan ini jangan sampai membuat sebuah LAZ gagal memperoleh izin hanya karena tidak mendapatkan rekomendasi dari BAZNAS,” tambahnya.
Menurut Barman, penting untuk memastikan bahwa pemberian izin bagi LAZ dilakukan tanpa diskriminasi. IZW mencatat ada kasus lembaga zakat baru yang mendapatkan izin dalam waktu kurang dari satu tahun, sedangkan BAMUIS BNI, sebagai LAZ tertua, belum mendapatkan kejelasan izin meski sudah mengajukan permohonan bertahun-tahun.
Poin kedua adalah rekomendasi LAZIS MU agar peran BAZNAS sebagai pengelola zakat secara nasional lebih difokuskan pada koordinasi dan pembinaan, bukan pengaturan penuh dalam pengumpulan dan distribusi zakat.
“Kami setuju dengan LAZIS MU bahwa peran BAZNAS sebaiknya lebih kepada koordinasi dan pembinaan, bukan mengontrol seluruh pengelolaan zakat,” ujar Barman.
Poin ketiga, terkait Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dalam Pasal 16 UUPZ juga disoroti. LAZIS MU menilai bahwa BAZNAS seharusnya hanya mengelola zakat di instansi pemerintah dan BUMN, sedangkan lembaga swasta dan masyarakat diberikan kebebasan untuk mendirikan LAZ sendiri. Hal ini dilakukan untuk menghindari tumpang tindih dan potensi persaingan yang tidak sehat antara BAZNAS dan LAZ.
“Misalnya, beberapa kampus Muhammadiyah yang sudah memiliki LAZIS MU kemudian di lokasi yang sama didirikan juga UPZ BAZNAS. Ini adalah bukti bahwa Pasal 16 ini bisa menimbulkan polemik jika tidak dikaji ulang atau dihapus,” jelas Barman.
Sidang uji materi ini diharapkan menjadi momen penting untuk menilai potensi perbaikan dalam UU Pengelolaan Zakat agar lebih mencerminkan prinsip keadilan dan transparansi seperti yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.
“Upaya uji materi ini merupakan langkah tabayun konstitusional yang dilakukan oleh masyarakat zakat dalam rangka perbaikan. UU ini sudah berlaku selama 13 tahun, jadi sudah sepatutnya kita evaluasi bersama,” ujar Barman.
“Perubahan ini akan berdampak besar dalam pengelolaan zakat, memastikan bahwa peran lembaga zakat swasta diakui dan diberdayakan,” lanjutnya.
Sebagai Koordinator IZW, Barman menegaskan komitmen IZW untuk mendukung setiap upaya perbaikan dalam pengelolaan zakat yang lebih inklusif.
“Kami yakin setiap langkah menuju tata kelola zakat yang lebih baik adalah langkah menuju kesejahteraan umat yang lebih luas,” pungkasnya.