faktanesia.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah tudingan bahwa penetapan status tersangka terhadap mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, dalam kasus dugaan penyelewengan izin impor gula merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa proses hukum yang dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku.
“Di mananya abuse of power? Penetapan tersangka sudah sesuai hukum acara Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” ujar Harli kepada wartawan, Senin (18/11).
Ia juga menyatakan bahwa penyidik akan memaparkan seluruh proses penyelidikan hingga penetapan tersangka dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Kita ikuti saja prosesnya,” tambahnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Tom Lembong menilai bahwa penahanan terhadap kliennya tidak didasarkan pada alasan objektif sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP.
“Diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, syarat objektif ini tidak terpenuhi. Tindakan termohon melakukan penahanan terhadap pemohon adalah abuse of power serta bentuk kriminalisasi,” ujar kuasa hukum Tom Lembong dalam sidang praperadilan.
Kejagung telah menetapkan Tom Lembong dan mantan Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berinisial CS sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait impor gula.
Tom Lembong diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menerbitkan izin Persetujuan Impor (PI) atas alasan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga, meskipun saat itu Indonesia mengalami surplus gula. Ia juga dituding menerbitkan izin impor gula kristal mentah (GKM) kepada pihak yang tidak berwenang, yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih (GKP).
Dalam kasus ini, Kejagung menyebut bahwa negara mengalami kerugian hingga Rp400 miliar akibat pelanggaran impor gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.