Faktanesoa.id, – Tim Penyelamat PIHK Indonesia (TPPI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menitikberatkan penyelidikan kasus kuota haji tambahan pada level perumusan kebijakan, bukan hanya pada pelaksana di lapangan. Desakan ini disampaikan menanggapi penyelidikan KPK terkait Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 130 Tahun 2024 tentang pembagian kuota tambahan haji.
Ketua TPPI, H. Holil Aksan Umarzen, menegaskan bahwa lembaganya mendukung upaya penegakan hukum oleh KPK. Namun, ia meminta proses hukum dilakukan secara proporsional dengan menyoroti kebijakan yang dinilai menjadi akar persoalan.
“Kami menghormati dan mendukung KPK sebagai lembaga penegak hukum. Namun, keadilan harus diarahkan pada akar masalah, yaitu kebijakan yang menjadi sumber sengketa administratif dan multitafsir, bukan semata-mata pada pihak yang menjalankan aturan resmi negara,” ujar Holil dalam keterangan pers di Bandung diterima Faktanesia.id, Jumat (17/10/2025).
Holil menilai polemik yang melibatkan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) bukan bersumber dari pelanggaran teknis, melainkan dari ketidaksinkronan kebijakan di antara para pemangku kepentingan.
Sebagai langkah hukum, TPPI berencana mengajukan uji materi (judicial review) terhadap KMA Nomor 130 Tahun 2024 ke Mahkamah Agung (MA). Langkah itu ditempuh untuk mendapatkan kepastian hukum dan memperkuat landasan legal bagi proses penegakan hukum yang sedang berjalan.
Di sisi lain, TPPI juga mengonsolidasikan pendampingan hukum bagi para pimpinan PIHK yang sedang menjalani pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan telah dipanggil KPK. Mereka telah berkoordinasi dengan firma hukum Dr. H. Ikhsan Abdullah & Co.
“Kami berharap kehadiran pendamping hukum dapat membantu KPK memperjelas duduk perkara kasus ini, agar persoalan menjadi terang dan tidak terus-menerus menjadi pemberitaan kontroversial,” jelas Holil.
Ia menekankan bahwa langkah TPPI bukanlah bentuk perlawanan, melainkan upaya membantu lembaga negara.
“Kami ingin ke depan tidak ada lagi kebijakan yang menimbulkan salah tafsir dan keresahan publik,” tambahnya.
TPPI mengajak KPK, MA, DPR, dan Kementerian Agama untuk bersinergi menyelesaikan persoalan ini secara terbuka dan bermartabat. Holil menekankan bahwa koordinasi antarlembaga adalah kunci agar penyelesaian yang diambil tidak memperkeruh situasi.
“Sinergi adalah kunci. Kami yakin KPK dan lembaga negara lain akan bertindak profesional dan berimbang. Kita ingin penyelesaian yang menenangkan, bukan menambah masalah baru,” pungkas Holil.
Dalam pernyataannya, Holil juga membela posisi PIHK sebagai lembaga resmi yang bekerja berdasarkan izin pemerintah dan standar biaya dari Kementerian Agama. Ia menegaskan bahwa PIHK melayani jamaah haji dengan biaya non-subsidi (mandiri) dan tidak menggunakan dana haji reguler.
“PIHK bukan bagian dari masalah, tetapi bagian dari solusi. Keberadaan kami membantu pemerintah dalam efisiensi subsidi haji reguler dan memperkuat sistem pelayanan haji nasional,” tegasnya.
TPPI merupakan gerakan moral dan advokasi nasional yang beranggotakan para penyelenggara ibadah haji khusus dari berbagai daerah di Indonesia. Organisasi ini bertujuan memperjuangkan kepastian hukum, keadilan, dan profesionalitas dalam penyelenggaraan ibadah haji.[]


