Faktanesia.id, – Menjelang pelantikan Pengawas TPS se- Provinsi DKI Jakarta untuk persiapan tahapan pemungutan dan penghitungan suara pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mengadakan Diskusi Modul Pengawasan TPS kepada Penggiat Pemilu dan Alumni Bawaslu Kab/Kota yang nantinya akan disiapkan untuk memberikan Pembekalan dan Bimtek kepada para Pengawas TPS.
Kegiatan tersebut dilaksanakan selama dua hari pada Sabtu- Ahad, 2-3 November 2024, di Jakarta Pusat.
Kepala Bagian Penyelesaian Sengketa, Penanganan Pelanggaran dan Hukum Bawaslu DKI Jakarta, Dwi Hening Wardani, melaporkan kegiatan tersebut diadakan untuk menjalin silaturahmi sekaligus menyamakan persepsi terkait pembekalan modul untuk Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS).
Dalam kegiatan tersbeut, Bawaslu menghadirkan penggiat Pemilu, alumni Bawaslu Kab/Kota, mahasiswa dan unsur media dengan menghadirkan tiga narasumber yakni Masykurudin Hafidz , Muhammad Jufri dan Erik Kurniawan.
“Setelah penyampaian materi, peserta kegiatan melakukan diskusi dan simulasi modul PTPS, serta format persiapan pelantikan dan pembekalan untuk PTPS,” kata Dwi Hening Wardhani.
Dalam sambutan pembukaan, Munandar Nugraha menyampaikan, pelatihan saksi peserta pemilu sebagaimana dalam penyelenggaraan merupakan amanah Undang-Undang yang menjadi tanggung jawab Bawaslu.
Untuk itu, lanjut dia, pelatihan saksi peserta pemilu merupakan bagian dari tanggung jawab Bawaslu, meskipun peserta pemilu juga memiliki metode pelatihan sendiri bagi saksi.
“KPU hanya melakukan Bimtek kepada anggota KPPS cuma sekali, sedangkan kita Bawaslu melakukan Bimtek untuk PTPS sebanyak tiga kali. Maka sebagai Pengawas TPS harus lebih mengerti dan memahami proses tahapan pemilu secara detil seperti yang tertuang dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum Tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum,” pungkas Munandar saat membuka secara langsung kegiatan itu.
Dia juga menuturkan, peran Pengawas TPS selain memastikan pelaksanaan pungut hitung sesuai ketentuan Undang-Undang, juga menyampaikan informasi kepada Pengawas Kelurahan jika di lingkungan atau di sekitar TPS ada terjadi pelanggaran kampanye yang melewati waktu (pada masa tenang) atau Kampanye dengan Politik uang.
“Informasi atau laporan disampaikan Pengawas TPS kepada Panwas Kelurahan dan diteruskan ke Panwascam dan Bawaslu Kab/Kota,” pungkasnya.
Anggota Bawaslu DKI Divisi Hukum Diklat, Sakhroji, SH, MH, yang juga selaku pemangku kegiatan tersebut mengatakan, divisi pelatihan yang mengampu pembekalan dan bimtek untuk Pengawas TPS dan juga pelatihan saksi peserta pemilihan, mulai hari ini menyiapkan format bimtek dan pelatihan saksi, dengan mengundang penggiat Pemilu dan Alumni Bawaslu/Kota untuk membantu sebagai mita Bawaslu yang akan menjadi pembicara dalam bimtek dan pelatihan tersebut.
Menurutnya, tahapan pemungutan dan penghitungan suara merupakan tahapan krusial, merupakan tahap paling penting dalam seluruh proses pemilihan karena merupakan waktu pertarungan Bawaslu dan jajaran dalam menegakkan keadilan Pemilihan.
“Seluruh penyelenggara pemilu bekerja secara maksimal baik teknis pemungutan dan penghitungan suara oleh KPU DKI dan jajaran, serta tugas pengawasan tahapan pemungutan dan penghitungan suara oleh Bawaslu DKI dan jajaran termasuk saksi dari peserta Pemilihan,” pungkas Sakhroji.
Dia juga menyoroti tahapan pemungutan dan penghitungan suara harus jadi perhatian agar jangan sampai banyak terjadi dugaan pelanggaran pemilihan, maka PTPS harus melaksanakan tugas secara baik dan benar sesuai peraturan perundang-undangan.
“PTPS perlu mendapatkan bimbingan teknis yang baik dan berkualitas. Momok bagi penyelenggara Pemilu adalah jika adanya rekomendasi pemilihan suara ulang, ini akan melelahkan bagi semua pihak,” ujar Sakhroji.
Meskipun berdasarkan UU No.1 Tahun 2015 Pasal 112 menyebutkan Pemungutan Suara Ulang di TPS dapat diulang jika terdapat hasil penelitian dan pemeriksaan Panwas Kecamatan.
“Terjadinya Pemungutan Suara Ulang apabila terjadi hal-hal yang mendukung diantaranya petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah, termasuk terdapat pemilih yang tidak punya KTP elektronik atau surat keterangan dan tidak terdaftar dalam DPT, dan .DPTb mencoblos di TPS,” jelasnya lagi.
Sakhroji menambahkan, tentu fakta-fakta hasil pengawasan dari Pengawas TPS sangat penting untuk Panwas Kecamatan dapat melakukan penelitian dan pemeriksaan kemudian memutuskan apakah secara hukum dapat direkomendasikan ada atau tidaknya pemungutan suara ulang.[R5]