Faktanesia.id, – Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana (Mikom UMB) menggelar diskusi publik tentang bagaimana cara mengatasi krisis komunikasi di sebuah Perusahaan pada Senin (4/12/2023) di Kampus Universitas Mercu Buana Menteng, Jakarta.
Kegiatan diskusi publik ini dilaksanakan langsung oleh Mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Angkatan 43 dan dibuka langsung oleh Dr Heri Budianto MSi selaku Ketua program Studi Magister Ilmu Komunikasi UMB.
“Saya yakin mereka (peserta, red) sangat ingin belajar dari pengalaman ibu DR Laila Mona sebagai akademisi dan praktisi, pak Budi yang jelas-jelas sebagai praktisi dan juga mas Rahman diperlukan sharing kepada teman-teman terkait dengan pengalamannya,” kata Heri Budianto dalam sambutan pembuka acara diskusi publik.
Lanjutnya, apalagi semua mahasiswa yang mengambil mata kuliah Komunikasi Organisasi dan Kepemimpinan ini tidak semua berkecimpung di humas dan memiliki latar belakang yang berbeda-beda.
Pada kesempatan yang sama, ketua panitia diskusi publik, Indra menyebut bahwa tujuan utama dari diadakannya kegiatan ini adalah agar mahasiswa dan seluruh peserta yang hadir bisa mendapatkan pengetahuan atau ilmu tambahan dari para praktisi maupun dari para akademisi yang kompeten di bidang Humas.
Diskusi Publik dengan tema “Corporate Communication: How to Handle Communication Crisis in a Corporate” ini menghadirkan beberapa narasumber yaitu; Dr. Leila Mona Ganiem, S.Pd, M.Si, M.Si, CPR, CICS sebagai Praktisi Humas dan Dosen S2 Ilmu Komunikasi UMB, Budi Hananto sebagai Asdep Humas BPJS Ketenagakerjaan dan Abdur Rahman, S.I.Kom sebagai Direktur Vena Wasir Center yang juga Mahasiswa aktif S2 Ilmu Komunikasi UMB.
Dalam penyampaian materinya, Leila Mona Ganiem menyebutkan perkembangan teknologi digital menuntut berbagai bisnis melakukan transformasi sejak dini atau jika tidak akan tertinggal dan dilibas oleh perubahan.
“Sehinga jika itu sampai terjadi maka muncul krisis pada perusahaan. Dampaknya apa? reputasi buruk, nilai saham turun, kehilangan pelanggan, gangguan operasional, rugi hingga bangkrut dan hubungan dengan stakeholder jadi terganggu,” kata Leila Mona.
Disebutkan ada beberapa langkah yang perlu diambil dalam berkomunikasi saat krisis yaitu pertama, ambil alih kendali situasi secepat mungkin, kemudian pahami apa masalah sebenarnya. Dapatkan info terpercaya. “Tentukan sasaran-sasaran komunikasi yang dapat diukur untuk menanganinya. Ketika krisis meletus, semua orang di organisasi harus tahu siapa yang perlu dihubungi,” ujarnya.
Kemudian, kedua; kumpulkan sebanyak mungkin Informasi. Gali masalah dari berbagai sumber, ada orang khusus yang bertugas menambang informasi. Ketiga; tentukan sebuah pusat manajemen krisis. Pada saat manajer sedang menghubungi orang-orang yang benar dan mengumpulkan informasi, mereka juga harus membuat persiapan-persiapan dalam menciptakan sebuah pusat krisis.
“Empat, berkomunikasi awal dan sering, lima, pahami misi media di dalam sebuah krisis. Enam, berkomunikasi langsung dengan konstituen yang terkena dampak. Tujuh, ingat bahwa bisnis harus berlanjut. Terakhir, buat rencana untuk menghindari krisis lain secepatnya,”ucap Leila Mona dalam penjelasaanya.
Sementara itu Budi Hananto sebagai Asdep Humas BPJS Ketenagakerjaan mengungkapkan bahwa dilembaganya ia pernah berhasil mengatasi krisis komunikasi dimana pada saat itu muncul issu database BPJS Ketenagakerjaan telah ditambahkan ke forum hacker untuk dijual oleh Bjorka.
“Kejadian itu pada 12 Maret 2023 akun media sosial yang mengcapture postingan Bjorka soal bocornya data BPJS Ketenagakerjaan. Bahkan selama periode tersebut terdapat total 241 berita yang berkaitan dengan Bjorka, berita negatif cukup tinggi pada periode ini” kata Budi Hananto.
Akan tetapi, lanjutnya, ia berhasil mengatasi persoalan tersebut dengan beberapa langkah, pertama; membentuk tim krisis, tim ini akan fokus menangani krisis yang terjadi, termasuk menganalisis masalah yang menyebabkan terjadinya krisis serta akibatnya pada perusahaan.
“Spokeperson, konferensi pers, investigasi dukungan pihak lain, dimana melibatkan stakeholders terkait isu untuk menguatkan posisi institusi atau perusahaan,” jelas Budi Hananto.
Disisi yang lain, Abdur Rahman menyebutkan ada beberapa tantangan sendiri dalam manajemen krisis di rumah sakit dan klinik. Mulai dari alokasi sumber daya, gangguan komunikasi, kekurangan staf dan persepsi masyarakat.
“Ketidakpastian dan kekhawatiran terkait dengan krisis dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat. Hal ini berdampak pada reputasi organisasi dan dapat mempengaruhi keputusan pasien untuk mencari perawatan di tempat lain,” kata Rahman.
Namun ia juga turut membagikann tips tentang bagaimana manajemen krisis pada rumah sakit dan klinik. Mulai dari pengidentifikasian ancaman dan risiko; menentukan jenis krisis yang mungkin, menganalisis risiko-risiko yang terkait dengan setiap jenis krisis.
“Tidak lupa juga melakukan pelatihan reguler untuk personel rumah sakit agar mereka terbiasa dengan rencana tanggap darurat. Dan memantau kondisi dan perkembangan yang mungkin memicu krisis,” paparnya.
Pada kesempatan yang sama, Dr. Syaifuddin, M.Si., CICS selaku dosen mata kuliah komunikasi organisasi dan kepemimpinan mengungkapkan mengapa harus ada diskusi tentang komunikasi krisis dalam organisasi, Pertama, Ini salah satu tuntutan kurikulum OBE (Outcome Based Education) untuk mata kuliah “Komunikasi Organisasi dan Kepemimpinan”, yang menuntut agar peserta kelas dapat secara maksimal dalam memahami secara teoritis, praktis, kreatif dan kritis tentang komunikasi krisis dalam suatu organisasi.
“Karena krisis komunikasi itu sering kali menjadi sumber masalah mendasar di dalam suatu organisasi. Kedua, Baik secara teoritis maupun praktis diasumsikan bahwa banyak organisasi sering mengalami jalan buntu dalam mencari solusi atas krisis komunikasi dalam organisasi itu,” pungkasnya.*RS