FAKTANESIA.ID – Bank Indonesia (BI) memberikan tanggapan terkait rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang juga akan diterapkan pada transaksi uang elektronik.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dicky Kartikoyono, menyatakan bahwa dampak kenaikan tarif PPN terhadap sistem pembayaran elektronik, termasuk QRIS, harus dilihat secara menyeluruh. Namun, ia tidak memberikan kejelasan apakah transaksi QRIS akan dikenakan tarif PPN atau tidak.
“Kita harus melihatnya secara holistik. Kami akan berkoordinasi lebih lanjut dengan pemerintah terkait mekanisme dan pemahaman terhadap transaksi,” ujarnya kepada media usai uji coba QRIS Tap, Jumat (20/12).
Dicky menambahkan bahwa kebijakan PPN 12 persen belum berlaku, sehingga ia belum dapat memastikan dampaknya terhadap transaksi uang elektronik.
“Rasanya bukan porsi saya untuk menjawab itu, karena dampaknya bersifat makro. Kita harus melihatnya secara keseluruhan,” katanya.
Rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen akan diterapkan mulai 1 Januari 2025, sesuai amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Meskipun jasa keuangan secara umum tidak dikenakan PPN, transaksi uang elektronik termasuk dalam objek pajak yang dikenakan PPN.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik bukan hal baru.
“Pengenaan PPN ini sudah berlaku sejak UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang efektif sejak 1 Juli 1984,” jelas Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti.
UU PPN yang telah diubah menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP) menegaskan bahwa layanan uang elektronik tidak termasuk dalam objek yang dibebaskan dari PPN. Dengan demikian, ketika tarif PPN naik menjadi 12 persen, ketentuan tersebut juga akan berlaku untuk transaksi uang elektronik.