Oleh M. Natsir Zubaidi, Mustasyar Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Pembina Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)
Ramadhan adalah bulan yang istimewa bagi umat Islam. Sebagai bulan turunnya wahyu Al-Qur’an, Ramadhan seharusnya dijadikan momentum untuk menjadikan masjid sebagai “pusat peradaban”. Dalam hal ini, ada tiga pilar utama yang dapat diusung sebagai gerakan untuk merealisasikan visi besar tersebut.
Tiga Pilar Transformasi Masjid
Menurut Natsir Zubaidi, tiga pilar tersebut adalah: Pertama, Gerakan Literasi (Iqra’).
Literasi adalah langkah awal dalam membangun peradaban. Gerakan ini mencakup pembiasaan membaca Al-Qur’an serta buku-buku agama (tafaqquh fiddin untuk peningkatan iman dan takwa/Imtaq) dan ilmu pengetahuan umum (tafaqquh finnas untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi/Iptek). Dengan meningkatkan budaya literasi, masjid dapat menjadi pusat pembelajaran bagi masyarakat.
Kedua, Gerakan Ta’abuddi. Pilar kedua ini menitikberatkan pada pembinaan ibadah, baik ibadah khusus (riyadhoh syakhsiyah) seperti shalat, puasa, dan ibadah lainnya, maupun riyadhoh badanniyah yang mencakup aktivitas-aktivitas yang menguatkan fisik. Dengan adanya pembinaan ibadah yang baik, masjid dapat menjadi pusat spiritual yang membentuk karakter umat Islam yang lebih baik.
Ketiga, Gerakan Ukhuwah dan Solidaritas Sosial. Pilar ketiga adalah gerakan ukhuwah, solidaritas, dan amal nyata untuk membantu sesama. Hal ini mencakup kepedulian terhadap korban perang dan konflik di Gaza, Myanmar, serta korban bencana alam dan kaum dhuafa. Masjid harus menjadi pusat koordinasi dalam memberikan bantuan dan menguatkan solidaritas umat Islam di seluruh dunia.
Umat Islam Indonesia patut bersyukur karena telah memberikan kontribusi nyata dalam regulasi bernuansa syariah. Beberapa Undang-Undang yang telah disahkan antara lain: UU Perkawinan, UU Peradilan Agama, UU Produk Halal, UU Haji, UU Zakat, dan UU Ekonomi dan Perbankan Syariah.
Keberadaan regulasi ini tidak hanya berdampak secara nasional tetapi juga memberikan pengaruh positif di tingkat internasional. Bahkan, beberapa negara maju seperti Australia, Korea, Jepang, dan negara-negara Eropa telah menjadikan standar halal Indonesia sebagai rujukan dalam perdagangan dan kerja sama kemanusiaan.
Kolaborasi Masjid dengan Lembaga Filantropi
Sebagai bagian dari upaya pemberdayaan umat, masjid-masjid di Indonesia diharapkan dapat bekerja sama dengan BAZNAS, LAZIS, serta lembaga filantropi Islam lainnya. Salah satu bentuk konkret dari kerja sama ini adalah penyediaan beasiswa bagi remaja masjid yang berprestasi agar mereka dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Selain itu, masjid dapat menjadi pusat penyediaan Makanan Gratis Bergizi yang bisa dikoordinasikan dengan pemerintah daerah dan instansi lainnya. Program ini akan memperkuat peran masjid dalam memberikan manfaat sosial bagi masyarakat.
Semua langkah di atas adalah wujud nyata bahwa Islam merupakan agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Masjid bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat pengembangan sosial, ekonomi, dan intelektual bagi masyarakat.
Karena itu, masjid perlu menjalin kolaborasi (ta’awun) dengan berbagai pihak guna mewujudkan pemberdayaan umat. Memakmurkan masjid berarti memakmurkan umat dan bangsa. Dengan semangat Ramadhan, mari kita jadikan masjid sebagai pusat peradaban yang membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia.[R5]