faktanesia.id – Perdana menteri Zionis Israel, Benyamin Netanyahu membatalkan upaya gencatan sepihak di Libanon. Pria 74 tahun berjanji akan terus memerangi kelompok Hizbullah hingga berhenti menngganggu kemanan warga Israel di perbatasan utara.
Seperti dilansir Reuters, Rabu (16/10), peenyataan ini disampaikan Netanyahu saat berbicara dengan presiden Prancis, Emmanuel Macron via telepon pada Selasa (15/10).
Dalam percakapan tersebut, Netanyahu menegaskan, hanya akan menyepakati gencatan senjata jika ekspor logistik militer kepada Hizbullah yang digunkan di Gaza dan Lebanon dihentikan oleh negara-negara pendukungnya, termasuk Iran.
“Netanyahu menentang gencatan senjata sepihak, tanpa menghentikan ekspor senjata ke kelompok Hizbullah tidak akan mengubah situasi Lebanon dan akan mengembalikan negara tersebut ke dalam krisis kemanan berkelanjutan,” papar pernyataan tersebut.
Netanyahu menekankan serangan terbuka terhadap Hizbullah sangat penting dilakukan untuk mencegah arogansi mereka terhadap warga Israel di wilayah perbatasan utara.
Perang tidak akan berhenti sampai Hizbullah bersedia menjamin para penduduk Israel yang terhusir kembali ke rumah-rumah mereka dengan selamat.
Pernyataan Nentanyahu mendatangkan ekses yang anomali. Sejak 23 September lalu, serangan tentara Zionis yang seharusnya disasarkan kepada kelompok milisi Hizbullah, malah sengaja ditargetkan secara random menyasar warga sipil, menghancurkan pemukiman, fasilitas pendidikan dan kesehatan.
Dilansir kantor berita AFP, Selasa (15/10), Israel sengaja bombardir sebuah apartemen hunian yang disewa para pengungsi Kristen di desa Aitou, distrik Zgharta di bagian utara Lebanon pada Senin (14/10).
Hasil tes DNA terhadap potongan-potongan tubuh korban yang dilakukan Kementrian Kesehatan Lebanon mencatat, serangan menewaskan 21 korban dan melukai delapan warga sipil yang seluruhnya beragama Kristen.
Netanyahu memastikan tidak akan mengikuti seruan gencatan senjata yang dipromosikan wakil pemimpin Hizbullah, Naim Qassem.
Sebelumnya, Qassem memngeluarkan ultimatum akan mendatangkan “rasa sakit” kepada Zionis Israel yang terus mengganggu kemanan di bagian selatan Lebanon.
Di sisi lain, Qassem juga menawarkan alternatif gencatan senjata. Dia menegaskan, tawaran damai tidak menunjukan posisi Hizbullah yang lemah. Ditegaskan, Gencatan senjata akan tetap dilaksanakan meskipun pihak Israel menolaknya.
Qassem memastikan, akan segera dibuat perjanjian tidak langsung, para pengungsi akan segera kembali dan langkah-langkah kemanan akan diberlakukan.
Israel secara resmi belum menanggapi seruan Qassem. Sebaliknya, Netanyahu menyatakan keengganannya terima tawaran tersebut dan mengecam berjalannya gencatan senjata secara sepihak saat berbicara kepada Macron.
Penentangan Netanyahu terwujud secara arogan. Termasuk menekan dan mendobrak misi penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dikenal sebagai UNIFIL, mundur dari posisinya di Lebanon selatan.
Dalam serangan Militer Israel ke Markas Besar PBB (UNIFIL) di Naqoura, Lebanon, turut melukai dua prajurit TNI yang bertugas sebagai Pasukan Perdamaian PBB.
UNIFIL juga menyatakan arogansi Israel di sepanjang Garis Biru (Blue Line) menyebabkan kerusakan luas di kota-kota dan desa-desa di Lebanon selatan. Garis Biru ialah garis pemisah Lebanon dari Israel dan Dataran Tinggi Golan.
Mengklarifikasi serangan tersebut, kepada presiden Macron, Netanyahu menegaskan, “negara Israel didirikan melalui perang Kemerdekaan dengan darah para pejuang heroik kami, banyak di antaranya adalah penyintas Holocaust, termasuk dari rezim Vichy di Prancis”.
Netanyahu juga menentang PBB yang menurutnya dalam beberapa dekade terakhir, PBB telah menyetujui ratusan resolusi antisemitisme terhadap Israel.