faktanesia.id – Iran memberi peringatan keras kepada negara-negara Arab agar tidak terlibat mendukung Israel dalam kemungkinan serangan balasan ke Wilayah Teheran.
Seperti dikutip Reuters (10/10), seorang pejabat senior Iran yang tidak menyebut namanya, memperingtakan negara Arab Teluk agar tidak mengizinkan penggunaan wilayah udara ataupun pangkalan militer untuk melawan Iran.
“TIndakan apapun yang dilakukan negara Teluk Persia terhadap Teheran, baik melalui penggunaan wilayah udara atau pangkalan militer, akan dianggap sebagai tindakan yang dilakukan oleh seluruh kelompok, dan Teheran akan menanggapinya sebagaimana mestinya,” tegas pejabat tersebut.
Bantuan apapun yang diberikan kepada Israel akan direspon Iran dengan dampak yang sangat merugikan kepentingan ekonomi, energi dan pertahanan negara Arab Teluk.
Sebelumnya, Israel mengancam akan melakukan serangan balasan dengan ekses dahsyat sebagai balasan serangan ratusan rudal Iran ke wilayahnya beberapa waktu lalu. Selain pangkalan militer, Israel berjanji menargetkan serangan ke fasilitas minyak Iran.
Merespon hal ini, Iran mengancam, jika negara Arab Teluk berkomplot mendukung Israel menghancurkan fasilitas minyak dan mengakibatkan penurunan produksi, maka Teheran juga akan membalaskan serangan menargetkan fasilitas produksi minyak negara Arab Teluk.
Sebagian besar kapasitas cadangan negara Arab Teluk yang tergabung dalam Organisasi Negara Pengekspor Minyak berada di wilayah Teluk Timur Tengah. Sangat mudah bagi Iran melakukan serangan balasan untuk mengganggu kepentingan mereka di wilayah tersebut.
Sebagai pemimpin OPEC, Saudi Arabia telah berusaha merehabilitasi hubungan dengan Teheran. Namun di satu sisi, Saudi tetap menjamin kemitraan yang kuat dengan Amerika Serikat sebagai sekutu terkuat Israel. Hal inilah yang belakangan membuat hubungan Saudi dan Iran kembali rumit.
Kondisi tersebut tergambar saat Menteri Luuar Negeri Iran, Abbas Araqchi mengunjungi Arab Saudi dan negara-negara teluk lainnya termasuk Qatar untuk berunding lada Rabu (09/10).
Kemungkinan ketegangan hubungan Iran dan negara Arab Teluk mencuat dalam kekhawatiran atas kemungkinan serangan balasan Israel menargetkan Situs Nuklir dan fasilitas minyak Iran.
Dalam perbincangan di sela-sela konfrensi Asia di Qatar, negara-negara Arab berusaha meyakinkan Iran, bahwa mereka telah mengambil sikap netral dan tidak akan ikut campur dalam urusan apapun antara Israel dan Teheran.
Sejauh ini, Iran dan negara-negara Arab Teluk seringkali terlibat dalam relasi konfrontatif terkait spektrum geopolitik, geoekonomi dan geostrategis di Timur Tengah, termasuk dalam urusan konflik Palestina.
Sikap politik negara Arab Teluk sangat dipengaruhi oleh kedekatan mereka dengan Amerika sebagai sekutu terkuat Israel. Salah satunya, sangat dipengaruhi “Abraham Accord”. Lewat perjanjian dengan maksud mendorong normalisasi hubungan, Amerika berambisi mendorong negara Teluk Arab ber-makmum pada Israel dengan menjadikan Iran sebagai “common enemy” (musuh bersama) serta menyerukan dunia melakukan hal serupa.
Pengamat hubungan internasional dari UI Yon Machmudi mengatakan, ekses dari tujuan Abraham Accords, saat ini nyata menunjukan perpecahan dukungan terhadap Palestina di Timur Tengah. Menguatnya konflik Iran dan Israel beberapa pekan terkahir, mengkonfirmasi perpecahan dukungan itu.
“Negara-negara Timur Tengah, terutama negara Teluk Arab, menunjukan keengganan mendukung Palestina secara serius karena ada Iran yang sejauh ini sangat vokal membela kemerdekaan Palestina,” kata Yon Machmudi.
Iran selama ini memang lantang mengklaim tindakan mereka ke Israel berkaitan dengan perjuangan kemerdekaan Palestina. Namun, negara-negara Arab tak bersahabat dengan Iran karena dinilai terlalu konfrontatif terhadap Israel.
Negara Teluk Arab lebih memilih sikap netral dan banyak berbicara upaya deeskalasi untuk meredakan ketegangan Iran dan Israel.
Yon Machmudi menambahkan, memilih sikap Netral, selain untuk menghindari peperangan dengan Israel, juga diupayakan sebagai strategi deeskalasi. Termasuk untuk melindungi kemanan energi karena konflik Iran-Israel yang bekepanjangan dapat menghambat produksi dan supplay energi global.
“Puncak kekhawatirannya adalah konflik berkepanjangan tentu akan menghambat dan memperkeruh upaya komonitas global menyelesaikan konflik Palestia,” Tutut Yon Machmudi