FAKTANESIA.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu. Keputusan tersebut menuai berbagai tanggapan dari partai politik.
PDI Perjuangan menyatakan menghormati putusan MK. Ketua DPP PDIP, Said Abdullah, menyebut partainya tunduk pada ketetapan tersebut.
“Kami sebagai bagian dari partai politik sepenuhnya tunduk dan patuh, sebab putusan MK bersifat final dan mengikat,” ujar Said pada Kamis (2/1).
Di sisi lain, Sekjen Partai Golkar Muhammad Sarmuji mengaku terkejut. Menurutnya, MK sebelumnya konsisten menolak penghapusan ambang batas ini untuk menjaga keberlangsungan sistem presidensial di Indonesia.
“Kami belum dapat berspekulasi langkah apa yang akan diambil partai merespons putusan ini,” kata Sarmuji.
Sementara itu, Sekjen Partai NasDem Hermawi Taslim menilai putusan ini akan menambah kerumitan dalam proses pemilu di Indonesia.
“Tidak terbayangkan bagaimana Pilpres tanpa threshold, khususnya bagi negara sebesar NKRI dengan ratusan juta rakyat,” ujar Hermawi.
Aturan presidential threshold sebelumnya mewajibkan partai politik atau koalisi memiliki minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden. Namun, MK menyatakan norma ini bertentangan dengan UUD 1945.
Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang putusan Perkara Nomor 62/PUU-XXI/2023 yang digelar Kamis (2/1/2025), menegaskan bahwa semua partai peserta pemilu kini berhak mengajukan pasangan calon tanpa syarat minimal.
“Menyatakan norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.
Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan bahwa mempertahankan ambang batas minimal ini dapat menghambat pelaksanaan pemilu secara langsung oleh rakyat. Fenomena calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah menjadi salah satu dasar penghapusan presidential threshold.
“Menurut Mahkamah, mempertahankan ambang batas berpotensi menghalangi pelaksanaan pemilihan dengan menyediakan banyak pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” tegas Saldi.
Dengan putusan ini, pemilu presiden diharapkan lebih demokratis, memberi kesempatan setara bagi semua partai politik, dan memperluas pilihan rakyat.